Rabu, 18 Mei 2011

BASAREWA

B A S A R E W A
Barasieh , Santun , Reformis dan Berwibawa
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana Dt.Malako


BASAREWA adalah bahasa Melayu Pesisir yaitu memakai celana. Jadi setiap manusia diharapkan atau diwajibkan memakai celana agar bersopan santun dan berwibawa.
Memang pada saat sekarang ini sudah memakai celana, tetapi hanya celana blua jeans dan ada pula yang hanya bercelana dalam saja. Hal ini menunjukkan kepada kita kurang hormat serta sudah hilang perasaan malu kepada umum .
Untuk menyambut kelahiran Kabupaten Pantai Barat Mandailing ( Pabarling ) ini atau nantinya beralih nama Kabupaten Ranah Nata, kiranya mempersiapkan diri untuk BASAREWA yaitu mempunyai sikap dan sifat yang Barasieh (Bersih), Santun, Reformis dan Berwibawa.
Saat sekarang ini memang bukan tidak Basarewa atau bercelana, tapi kebanyakan hanya memakai celana blujeans atau celana dalam yang menggambarkan bahwa telah hilang rasa malu dan tak bersopan santun lagi, karena berani berbuat sesuatu yang tidak baik, tanpa mempunyai rasa malu lagi. Semuanya telah dikemas sedemikian rupa yang mengakibatkan rakyat atau masya rakat kebingungan, hendak kemana menyam paikan aspirasi atau solusi, karena tidak didengarkan lagi. Begitu banyaknya keluhan rakyat yang mengalami penderitaan dalam kancah perekonomian yang lemah , karena hilangnya lahan mata pencaharian masyara kat, baik di darat maupun di lautan.
Nenek moyang rakyat mewariskan tanah adat atau ulayat yang begitu luas terbentang di bumi kelahirannya, kini tidak bisa lagi dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian untuk mendapatkan hasil guna untuk melangsungkan hidup dan kehidupan baik bersuku, berbangsa dan bernegara karena telah dikuasai oleh para pengusaha tempatan atau orang lain yang membuka perusahaannya di ranah mereka.
Tanpa kompromi kepada masyarakat adat atau pengetua adat ranah, se enaknya saja membagi-bagi lahan tanah ulayat diatas meja kerja atau diatas surat rekomendasi izin usaha pengolahan tanah yang mengakibat kan adanya pemilikan topang tindih. Perbu atan-perbuatan ini di ibaratkan seseorang yang tidak bercelana lagi, karena telah hilang rasa malu dan tidak menghargai insane yang melahirkannya, sebab Republik ini dilahirkan oleh Kerajaan-kerajaan yang berhimpun dan bersatu padu.
Diharapkan kepada kepemimpinan baru, baik Pemda Madina atau Pabarling, marilah kita “ BASAREWA “ yaitu Barasieh, Santun, Reformis dan Berwibawa yaitu ;

1.BARASIEH ( BERSIH ) :
Dalam memimpin daerah kepemimpi nan kiranya harus mempunyai sikap dan sifat yang bersih tanpa ada sesuatu permainan, apakah itu yang dinamakan uang pelican, uang pelamaran kerja atau lainnya yang mengakibatkan peluang besar yang menganga untuk insane yang mempunyai uang, sehingga yang berkuasa nanti adalah para pengusaha, walaupun tidak berilmu pengetahuan atau berpendi dikan. Mereka akan memimpin masyara kat dengan kekuatan uang nantinya tanpa berdasar kan ilmu pengetahuan kepemerintahan yang nantinya kese muanya akan di uangkan dan berdasar kan uang.

2.SANTUN :
Sebaik-baik pemimpin itu adalah pemimpin yang bersopan santun serta pandai menghargai pendapat orang lain serta tahu menghargai hak orang lain. Jangan kita semena-mena terhadap orang miskin dan mengabaikan tuntutan hak nya,karena mereka memperoleh penderi taan yaitu hilangnya lahan mata penca harian mereka yang mereka terima dari nenek moyang mereka guna untuk melang sungkan hidup dalam kehidupan persuku an dan bekeluarga. Memang kita menya dari bahwa tanah,air dan udara adalah milik Negara, tetapi pemilikan Negara itu adalah diluar hak milik persukuan yang hidup secara turun temurun. Lahan mata pencaharian rakyat, itu bukan milik Negara tetapi milik masyarakat adat yang dinamakan tanah ulayat. Yang jadi hak milik rakyat adalah hutan rimba semak belukar yang tidak tertembus oleh rakyat kesana dan lahan umum seperti tanah lapang, lahan perkantoran, pasar, danau, sungai,lautan dan lainnya. Karena tidak memiliki sifat santun para pengusa ha seenaknya saja menguasai tanah ulayat tanpa memberikan imbalan kepa da rakyat berupa plasma yaitu peserta petani plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan yang menyawitkan lahan mata pencaharian mereka. Dengan kejadi an itu berarti perusahaan memiskin kan orang melarat dan mereka memperkaya diri sendiri. Kenyataan yang kita lihat saat sekarang ini, betapa banyaknya jalan umum yang hancur disebabkan lalu lalangnya kenderaan yang melebihi muatan untuk membawa hasil perusa haannya. Menghancurkan jalur perhubu ngan bukanlah satu langkah untuk mening kat pereko nomian rakyat, tetapi adalah melumpuhkan perekonomi an rakyat.

3.REFORMIS :
Untuk menjalankan pemerintahan ha ruslah mempunyai sikap dan sifat Refor mis agar kita mengikuti perkemba ngan zaman yang sekarang disebut Globalisasi. Globalisasi yang mungkin berarti pembula tan menyeluruh, tetapi bukan membulati hak rakyat keseluruhan sehing a membuat rakyat menderita.
Mari kita mereformasi tuntutan kepada kaum adat bahwa tanah ulayat itu tidak bersurat, sebab kata “ adat “ itu artinya “ tidak tertulis “.
Mengapa kita memintakan kepada mere ka surat pemilikan tanah ulayat karena bukan bersifat perseorangan, tetapi ada lah bersifat persukuan (bersama) yang pemilikannya hanya hak pakai atas kese pakatan dalam satu ulayat yang ditetap kan dalam rapat adat atau kerapatan adat. Mari kita reformasi pendapat bah wa secara keseluruhan bukanlah pemili kan , tapi sebenarnya adalah milik Allah yang dianugerahkan kepada manusia, bukan kepada Negara. Tanah ulayat diurus oleh Datuk dan Pengetua Adat, sedangkan tanah perseorangan adalah uru san Kepala Desa atau Pemerintah karena bersifat perseorangan yang dibuktikan dengan sertifikat pemilikan.
Membuat keputusan bahwa semuanya adalah miliknya itu adalah suatu pencap lokan karena disitu ada milik orang lain.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusawaratan/ perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Kapankah kebi jaksanaan itu dengan permusawaratan dan siapakah perwakilan dari kaum adat yang memberikan hak pakai itu kepada perusahaan ? Dimana keadilan social itu terwujud, sementara hak rakyat atas ikutnya menjadi peserta petani plasma itu sebagian tidak ada !.
Lain halnya dengan ulayat Kampung Sa wah yang dipakai oleh PT Gruti Lestari Pratama (GLP) atas dasar musyawarah masyarakat adat Labuohan Ajuong Kam pung Sawah dengan pihak PT.GLP tgl.25 Agustus 2005 di Kantor PT GLP yang diha diri oleh pihak Kamp.Sawah yaitu Drs. H. Samoeil Lubis , Suhardin , Arizwan ,Sahrial, Ahmad Khudri,Adam, Syariful, Afnan dan Kasri, sedangkan dari Perdamaian Baru diwakili oleh H.Yusran SE,Indra Ramlan Nst,Mardin,Kasruddin dan Rizwan. Dari pihak dihadiri oleh Sumarsono Hardiyanto dan Alson Simarmata dengan keputusan “ pemakaian tanah diperbolehkan asalkan saling menguntung kan “ dan “ perihal permohonan masyarakat akan dipertim bangkan dan akan dibicarakan pada pertemuan berikutnya “ yang diketahui oleh Camat Natal, Drs.Arif Adnan.
Kenyataan sampai saat ini, sejengkal tanahpun belum ada yang dijadikan per kebunan plasma (PIR) dan hanya meng untungkan pihak perusahaan dan seorang yang menokohkan dirinya orang Kampung Sawah yang tinggal di Medan dengan mem peroleh perkebunan kelapa sawit untuk nya yang didanai oleh peru sahaan. Menurut pendapat saya inilah yang dika takan orang yang tidak “ BASAREWA “ karena membodohi masya rakat tempat orangtuanya dilahir kan itu.
Mari kit abaca Lembaran Negara tahun 2005 Nomor 158 yang merupakan Peratu ran Pemerintah No.72 tahun 2005 tgl.30 Desember 2005 tentang Desa pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (5) menga takan ;
“ Desa atau disebut dengan kata lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan pengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia “.

Disisi lain menurut Keputusan Mahkamah Agung RI No.149 K/Sip/1958 tgl.21 Juni 1958 dan No.301 K/Sip/1958 tgl.18 Oktober 1958 manyatakan bahwa :
“ Pengadilan Negeri tidak berkuasa merobah atau membatalkan Keputusan Desa mengengenai sawah atau tanah pekulen(ulayat). Penunjukan tanah peku len adalah semata-mata dari Rapat Desa yang diberikan kepadanya oleh Hukum Adat dan Penhgadilan Negeri tidak berhak meninjau tentang benar tidaknya putusan Rapat Desa itu”.
Tidakkah kita sadar bahwa sebelum lahirnya NKRI, tatanan masyarakat sudah di atur sedemikian rupa oleh Pengetua Adat atau Kerajaan dalam hidup beradat istiadat dan berseni budaya. NKRI hanya melanjutkan dan menyempurnakan serta mereformasi tata kehidupan beradat istiadat itu,karena kita bukan berada dizaman kerajaan lagi, tapi hak sako dan pusako tetap ada.

3.BERWIBAWA :
Hilangnya wibawa kepemimpinan pemimpin adalah disebabkan adanya sys tem yang menjadikan suatu penyakit yaitu “ Main Di Mana-mana alias Madina “. Penyakit itu sekarang merebak dipersada Tano Pustaha dan Ranah Nata dan dapat kita lihat beberapa kejadian antara lain sebagai berikut :
a.Bila kita meminta suatu pemba ngunan, kita terlebih dahulu me nyampaikan proposal de ngan melampirkan “ uang permo ho nan “. Apabila permohonan dika bulkan dan dananya sudah cair, dipotong lagi dengan “ uang pen cairan “ dan “ uang pendaf taran “ karena telah didaftarkan oleh dinas terkait. Kemudian pemba ngunan dilaksanakan dan sete lah selesai, dikeluarkan lagi “ uang pemerik saan “ dan “ uang pengesahan laporan pelaksanaan “ agar pekerjaan yang ku rang baik bisa diterima dengan baik.
b.Dalam rangka untuk meloloskan dari pemeriksaan dan pengawa san, pihak yang diperiksa harus mengeluarkan “ uang pemeriksaan “ dan “ uang pengawasan “ agar laporan dianggap selesai dan benar.
c.Dalam urusan memperoleh hak seseorang harus memberikan “ uang pelican “ agar urusan itu lancar, walaupun pekerjaan itu adalah tugasnya selaku “ abdi Negara dan abdi masyarakat “.
d.Pada masa saat sekarang yang banyak terjadi adalah “ Sukes Dalam Laporan “ walaupun sebe narnya “ Gagal Dalam Pelaksana an “.
e. Untuk melaksanakan “ Sukses Dalam Laporan ” telah melakukan beberapa rekayasa dan persekongkolan pelaksanaan, sehingga menghilang wibawa kepe mimpinan dan kepercayaan.
f.Adanya beberapa instansi yang berani menetapkan pengenaan pembayaran diluar ketentuan sekian perorang,agar kewibawaannya bisa hilang dihadapan sesama pemimpin.

Untuk itu kesemuanya, guna untuk me nata Kabupaten Pabarling nantinya pilah dan pilihlah pemimpin yang “ BASAREWA “ yaitu yang bersih,santun,reformis dan berwi bawa, walaupun sekarang yang banyak adalah Basarewa “ KOLOR “ yaitu kotor dan ngolor.
Marilah kita mulai dengan “ BASAREWA “ agar Kabupaten Pantai Barat Mandailing nantinya mempunyai pemimpin yang bersih, santun,reformis dan berwibawa agar tercipta Pabarling yang “ MALAKO “ yaitu Madani, Lancar dan Kondusif menjadi “ PERMATA “ di Sumatera yaitu Maju, Permai dan Bertahta. Dalam artian kedaerahan bahwa kalau sudah basarewa, dia akan tampak tanpan,anggun dan gaya serta sopan beradab dalam ber busana rapi.
Semoga terlaksana !!! Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar